Jakarta, Rabu, 24 Juli 2024 – Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil, bersama Swisscontact, KOLTIVA, dan mitra pembangunan lainnya, baru-baru ini menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) mengenai Tata Kelola Kelapa Sawit Berkelanjutan 2024-2026 dan peluncuran Dasbor MultiStakeholder Forum (MSF) Aceh Singkil pada hari Minggu, 7 Juli 2024. Perwakilan dari 12 entitas menandatangani MoU tersebut, termasuk Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil, KOLTIVA, Swisscontact, Kesatuan Pengelolaan Hutan VI (KPH VI), Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (YIDH), Yayasan Ekosistem Lestari, Forum Konservasi Leuser, Yayasan Hutan Tropis*, PT. Sari Dumai Sejati (Apical), PT. Musim Mas, dan Asosiasi Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Aceh Singkil.
Ekosistem Leuser dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil (termasuk Aceh Tenggara, Subulussalam, dan Aceh Singkil) bukan hanya penting untuk perlindungan lingkungan, tetapi juga merupakan kesempatan terakhir dan terbesar untuk melestarikan keanekaragaman hayati Sumatera yang sangat besar. Meski berstatus dilindungi, Taman Nasional Leuser sendiri telah kehilangan seperlima area hijau dataran rendahnya akibat aktivitas komersial dalam lima tahun terakhir. Kabupaten Aceh Singkil, dengan 77.512 hektar perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh perusahaan dan petani mandiri, berkontribusi sebesar 31,8% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di subsektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Kabupaten ini juga merupakan rumah bagi Suaka Margasatwa Rawa Singkil, yang menyediakan habitat alami bagi harimau Sumatra, gajah Sumatra, dan orangutan Sumatra.
Inisiatif multi-pemangku kepentingan ini selain bertujuan untuk mengatasi isu lahan perkebunan berkelanjutan, juga untuk meningkatkan produktivitas serta volume produksi kelapa sawit berkelanjutan sebesar 30% melalui intensifikasi selama periode yang sama. Menyadari pentingnya menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, perlindungan lingkungan, dan kesejahteraan sosial, semua pihak berkomitmen untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi Aceh Singkil. Inisiatif ini menyoroti perlunya Rencana Aksi Kelapa Sawit Berkelanjutan untuk menempatkan kelapa sawit Aceh Singkil sebagai komoditas yang diakui secara global, mempromosikan masa depan yang lebih lestari dan berkelanjutan untuk wilayah tersebut.
MoU ini memaparkan kerangka kerja untuk mengoptimalkan pertumbuhan regional di Aceh Singkil melalui percepatan pembangunan berkelanjutan di antara empat pilar utama: lingkungan, ekonomi, sosial, dan tata kelola berkelanjutan. Pilar lingkungan berfokus pada perlindungan ekosistem hutan dan peningkatan keanekaragaman hayati. Pilar ekonomi didedikasikan untuk produktivitas lahan yang berkelanjutan dan peningkatan mata pencaharian produsen. Pilar sosial menekankan keterlibatan multi-pemangku kepentingan yang inklusif untuk mengatasi ketidaksetaraan dan konflik sosial. Terakhir, pilar tata kelola berkelanjutan memprioritaskan dukungan struktural dan administrasi untuk rencana aksi kelapa sawit berkelanjutan.
Pada acara Penandatanganan MoU, Drs. Azmi M.A.P., Penjabat (Pj) Bupati Aceh Singkil, mengatakan, “Penandatanganan Nota Kesepahaman dan peluncuran Dasbor Forum Multi-Pemangku Kepentingan merupakan komitmen nyata Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil untuk menjadikan wilayah ini sebagai yurisdiksi berkelanjutan dengan produktivitas kelapa sawit yang optimal dan perlindungan maksimal terhadap ekosistem hutan, terutama Suaka Margasatwa Rawa Singkil.”
Swisscontact, sebagai salah satu anggota forum, berkomitmen untuk menciptakan lanskap produksi yang berkelanjutan di mana pembangunan ekonomi berdampingan dengan perlindungan lingkungan dan bekerja sama dengan KOLTIVA untuk mengembangkan dasbor.
“Upaya kolaboratif ini menyelaraskan beragam isu, kepentingan, dan sumber daya ke dalam satu kekuatan yang bertujuan untuk mencapai tujuan bersama: pembangunan berkelanjutan di sektor kelapa sawit. Hal ini menandai dimulainya perjalanan menuju Kelapa Sawit Berkelanjutan yang terintegrasi di Aceh Singkil. Dengan berpedoman pada mekanisme Rencana Aksi Regional Kelapa Sawit Berkelanjutan, pencapaian-pencapaian yang terukur secara berturut-turut, kami harap upaya ini menciptakan kemajuan progresif yang mempunyai dampak di masa depan,” Christina Rini, Project Manager Sustainable Landscape LASR, Swisscontact.
Dasbor MultiStakeholder Forum (MSF) menjadi alat penting untuk memantau dan melaporkan aktivitas pemangku kepentingan regional, memfasilitasi implementasi efektif dari indikator visi lanskap. Platform ini melacak kemajuan inisiatif MSF, menampilkan tindakan kolektif dan upaya para mitra pembangunan berdasarkan indikator pencapaian yang telah ditetapkan.
Dikembangkan bersama-sama anggota MSF Aceh Singkil, dasbor ini dikelola oleh KOLTIVA, sebuah startup pertanian berkelanjutan dan pelacakan rantai pasokan yang berbasis di Indonesia. Pengoperasian dasbor dibawah kordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Aceh Singkil melalui sekretariat MSF. Fitur utama meliputi Manajemen Pelaporan (Reporting), di mana anggota dapat memantau indikator kinerja utama (KPI) di seluruh pilar ekonomi, lingkungan, dan sosial, semuanya disajikan dalam format grafis yang mudah dibaca. Ini juga memungkinkan anggota untuk mengirimkan dan melaporkan hasil aktivitas mereka. Dasbor ini juga dapat dihubungkan dan disematkan ke situs web institusional eksternal, meningkatkan transparansi, dan disematkan ke platform lain untuk aksesibilitas yang lebih luas. Selain itu, KoltiTrace MIS menawarkan berbagai fungsi pendukung, termasuk manajemen acara untuk mengorganisir kegiatan dan melacak kehadiran, pengiriman email massal untuk komunikasi massal yang efisien, dan perpustakaan bersama untuk dokumen dan video terkait aktivitas.
Manfred Borer, CEO dan Co-Founder KOLTIVA, menyatakan, “Memanfaatkan potensi besar dari perkebunan kelapa sawit dan produksi pertanian di Aceh Singkil harus disertai dengan pembentukan kerangka tata kelola yang mendukung praktik berkelanjutan melalui kolaborasi multi-pemangku kepentingan. Pengembangan Dasbor MultiStakeholder Forum (MSF) ini dibangun melalui platform ketertelusuran kami, KoltiTrace MIS, memberikan kemudahan semua stakeholder untuk mengumpulkan dan memantau data penting tentang pengelolaan sumber daya alam, serta mendorong implementasi Rencana Aksi Kelapa Sawit Berkelanjutan. Dasbor pelaporan terpusat ini memastikan transparansi bagi semua pihak dan mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan dan kesejahteraan sosial. Di KOLTIVA, kami berkomitmen untuk memberdayakan perusahaan, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan dalam melacak kemajuan mereka menuju rantai pasokan yang berkelanjutan, sehingga kelapa sawit Aceh Singkil dapat diakui secara global atas komitmen kuatnya terhadap keberlanjutan.”
———————-
* Yayasan Hutan Tropis merupakan yayasan nasional yang menjalankan seluruh kegiatan Earthworm Foundation di Indonesia
Tentang KOLTIVA
KOLTIVA menawarkan teknologi yang berpusat pada manusia dan solusi di lapangan dengan melakukan digitalisasi bisnis pertanian dan membantu produsen kecil beralih ke praktik berkelanjutan dan sumber yang dapat ditelusuri. KOLTIVA merupakan startup terkemuka di Indonesia dalam bidang pertanian berkelanjutan dan penelusuran rantai pasokan. Sebagai penyedia teknologi global, KOLTIVA membangun rantai pasokan yang etis, transparan, dan berkelanjutan, membantu perusahaan memperkuat ketahanan dan transparansi bisnis. KOLTIVA membantu bisnis dan pemasok mereka mematuhi peraturan yang berlaku dan tuntutan konsumen di seluruh dunia dengan solusi ketertelusuran. Beroperasi di lebih dari 61 negara dan didukung oleh jaringan kantor dukungan pelanggan di 16 negara, KOLTIVA mendukung lebih dari 10.400 perusahaan dalam membangun rantai pasokan yang transparan dan kuat serta memberdayakan lebih dari 1.300.000 produsen untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. www.koltiva.com
KOLTIVA dan Inisiatif di Aceh Singkil
KOLTIVA merupakan bagian dari konsorsium proyek Lanskap Berkelanjutan “LASR” (Leuser Alas-Singkil River-basin) bersama Swisscontact dan Earthworm Foundation. Proyek ini didanai oleh Swiss State Secretariat for Economic Affairs (SECO). Sejak Januari 2023 proyek ini berjalan bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dengan tujuan membantu pemerintah daerah dan pemangku kepentingan untuk mencegah makin hilangnya habitat di Ekosistem Leuser sekaligus memberikan peluang peningkatan ekonomi bagi penduduk setempat dalam pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Daerah proyek meliputi 3 kabupaten yaitu Subulussalam, Aceh Singkil dan Aceh Tenggara. Proyek akan berlangsung hingga akhir 2025.
Press Release ini juga sudah tayang di VRITIMES