NakulaNews.id | Tasikmalaya, Jawa Barat,- Terkait dengan dugaan salah satu calon legislatif DPRD Kabupaten Tasikmalaya dengan nomor urut 1 daerah pemilihan (DAPIL) 1 Kabupaten Tasikmalaya dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) atas nama Sinta Sofia yang diduga kuat telah melakukan kecurangan dengan cara membeli nomor urut melalui salah satu oknum pengurus partai berinisial JJ selaku mediator di lapangan dan diduga kuat melakukan money politik/politik uang terhadap warga masyarakat yang ada di sejumlah wilayah daerah pemilihan (DAPIL) 1 Kabupaten Tasikmalaya seperti yang dikatakan oleh dua orang calon legislatif (CALEG) dari partai yang sama yaitu PPP nomor urut 2 dan 7 atas nama H. Husni Mubarok dan H. Fajar Syamsul Ma’arif kepada awak media dan sempat viral disejumlah portal media online, masih terus berlanjut dan menuai konflik serta menjadi topik pembicaraan hangat hingga saat ini.
Setelah viral nya sejumlah pemberitaan tersebut diatas, hari ini, (Senin, 26 Februari 2024), dua orang Calon Legislatif dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) nomor urut 2 daerah pemilihan (DAPIL) 1 atas nama H. Husni Mubarok, S.Pd., M.Pd., bersama salah satu Calon Legislatif lainnya dari partai yang sama (PPP) nomor urut 7 daerah pemilihan (DAPIL) 1 atas nama H. Fajar Syamsul Ma’arif melaporkan dugaan jual beli nomor urut 1 dan duggan money politik calon legislatif (CALEG) nomor urut 1 daerah pemilihan (DAPIL) 1 Kabupaten Tasikmalaya atas nama Sinta Sofia kepada pihak Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) Kabupaten Tasikmalaya.
Kepada tim awak media H. Husni Mubarok sebagai pelapor saat dikonfirmasi seusai pihaknya dari kantor Bawaslu Kabupaten Tasikmalaya mengatakan, jika benar pihaknya telah melaporkan salah satu oknum caleg nomor urut 1 daerah pemilihan (DAPIL) 1 Kabupaten Tasikmalaya atas nama Sinta Sofia dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kepada pihak Bawaslu Kabupaten Tasikmalaya dengan nomor surat Tanda Bukti Penyampaian Laporan nomor : 003/LP/PL/Kab/13.26/II/2024 dengan lampiran sejumlah dokumentasi sebagai alat bukti adanya kecurangan dalam pemilu dan jual beli nomor urut serta adanya dugaan money politik yang dilakukan oleh Sinta Sofia (Terlapor) berupa Flashdisk hitam merk Sandisk yang berisi dokumen bukti-bukti video dan foto dugaan pelanggaran tersebut diatas.
“Benar, hari ini tepatnya hari Sabtu, 26 Februari 2024, saya bersama rekan saya dari satu partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) telah melaporkan adanya dugaan kecurangan dalam pemilu dengan cara jual beli nomor urut 1 dan dugaan adanya money politik/politik uang di daerah Cipaku, Kecamatan Sariwangi dan beberapa Desa lainnya kepada masyarakat melalui oknum RT atas nama Firman yang diduga kuat uang yang dibagikan kepada masyarakat tersebut bersumber Sinta Sofia melalui salah satu tim sukses kemenangan nya atas nama Mansur senilai 8.000.000,- (delapan juta rupiah) dengan lebih rinci paket uang 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) di kali 157 dan tambahan biaya akomodasi Firman sebesar 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Bukti terlampir vidio pengakuan masyarakat dan konfirmasi dari Pak Firman melalui percakapan via telpon seluler yang di rekam dan bukti-bukti pendukung lainnya“, ungkapnya.
Meskipun sudah ditegaskan bahwa larangan politik uang tertuang pada Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Seperti Pasal 280 ayat (1) huruf j menyebutkan, “Penyelenggara, peserta hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu”.UU 7/2017 menjelaskan bahwa politik uang tersebut bertujuan agar peserta pemilu tidak menggunakan hak pilihnya, menggunakan hak pilihnya dengan memilih peserta pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah.
Kemudian, politik uang tersebut bertujuan agar peserta kampanye memilih pasangan calon tertentu, memilih Partai Politik Peserta pemilu tertentu, dan/atau memilih calon anggota DPD tertentu. Apabila terbukti melakukan pelanggaran, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat mengambil tindakan. Yakni berupa pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dari daftar calon tetap, atau pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih.Sementara, Pasal 286 ayat (1) menyebutkan, “Pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara Pemilu dan/atau Pemilih”.
Pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud berdasarkan rekomendasi Bawaslu dapat dikenai sanksi administratif pembatalan sebagai pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Pelanggaran dimaksud terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Pemberian sanksi terhadap pelanggaran tersebut jtidak menghilangkan sanksi pidana. Untuk sanksi pidana politik uang dibedakan tiga kelompok. Pasal 523 ayat 1 menyebutkan, “Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta”.Kemudian Pasal 523 ayat 2 mengatur terhadap setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung disanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta.Sedangkan Pasal 523 ayat 3 menyebutkan, “Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta”.
Namun sejumlah peraturan dan perundang-undangan tersebut diatas masih tidak membuat gentar sejumlah oknum pelaku yang masih saja melakukannya meskipun sejumlah sanksi nya bisa di pidana. Sebelum nya pemberitaan ini diterbitkan, tim awak media belum mendapatkan keterangan dari pihak Bawaslu Kabupaten Tasikmalaya (Chandra Foetra S).